Sebagai salah satu penduduk padat dunia, Indonesia mengalami permasalahan yang kompleks terhadap makanan. Pangan yang merupakan kebutuhan primer masyarakat jelas dekat dengan kehidupan sehari-hari semua orang. Akan tetapi topik mengenai lost food and waster food seolah asing, tidak pernah terdengar pada dialog atau pembahasan berita. Masyarakat seolah apatis dengan permasalahan ini sedangkan untuk setiap harinya saja sampah makanan terus-menerus menumpuk. Menurut Economist Intelligence Unit ( EIU )dan Barilla Center for Food and Nutrition ( BCFN ) Indonesia menjadi penyumbang sampah terbesar kedua di dunia setelah Saudi Arabia. Menjadi hal yang miris saat banyak penduduk di Indonesia tidak bisa mengkonsumsi makanan sementara sampah makanan yang dihasilkan sangat tinggi. Banyaknya sampah makanan ini tidak hanya dihasilkan dari konsumsi masyarakat namun juga dari produksi dan distribusi makanan yang tidak sampai di tujuan. Maksudnya d
Sapardi yang identik dengan puisi mencoba melukiskan pikirannya dalam bentuk media baru yakni novel. Hujan Bulan Juni merupakan novel yang meliliki judul sama dengan puisi SDD sebelumnya. Akan tetapi dalam novel ini kita tidak akan menjumpai konsep yang selaras dengan puisi, atau dapat dikatakan antara novel dan puisi tidak ada kaitannya sama sekali. Walaupun antara keduanya tidak berkaitan, namun Sapardi tetaplah Sapardi yang setia memunculkan gaya bahasa khas dalam rangkaian kalimat yang dia tulis. Banyak pembaca yang menginginkan novel ini lebih atau setidaknya sepadan dengan kualitas puisi Sapardi. Jika kita juga berharap seperti itu tentu kita akan dihadapkan dengan kekecewaan. Karena sejatinya seorang pembaca seharusnya bisa mengesampingkan karya sastra yang memilki konseptual berbeda. Apakah menjadi bijak jika membandingkan antara dua bentuk karya yang berbeda? Tentu tidak karena puisi dan novel memiliki bentuk dan konteksnya sendiri. Novel ini memberikan gambara